Footer Widget 1

Iki Yo Takdire Gusti Allah…




Adalah KH. Abdul Wahab Hasbullah, salah satu tokoh NU yang juga pengasuh Pondok Tambakberas. Beliau dikenal sebagai sosok yang kharismatik, dan juga “gaul”, bahasa anak sekarang.

Ditengah-tengah kesibukan beliau dalam dunia organisasi, beliau tetap tidak meninggalkan tugasnya sebagai seorang Kiai, yaitu ‘ngajeni’ para santri.

Seperti biasa, setiap ba’da isya’ beliau punya rutinan mbalah kitab “fathul majid” yang bertempat di serambi masjid jami’ pondok tambakberas. Kebetulan pada malam itu ngajinya sampai pada bab qodlo’ dan qodar.

Dengan panjang lebar beliau menguraikan masalah itu, mulai yang qodlo’ mubham hingga qodlo’ mubrom, hingga macam-macam qodlo’, ada qodlo’ nikmat dan syada’id, juga qodlo’ qodlo’ tho’at dan ma’shiat.

Kebetulan, atau memang sudah menjadi kebiasaan. Selalu saja ada santri yang saking keenakan ndengerin ngaji atau mungkin karena lainnya, selalu terkantuk-kantuk bahkan sampai tertidur. Salah satu dari santri yang biasa ngantuk saat ngaji itu, sebut saja namanya “Kaslan”, ia juga tertidur saat pengajian berlangsung, dan ia terbangun ketika salah satu temannya “ngileni” hidungnya dengan sebuah sobekan kertas yang dipilin.

Dan ketika Kaslan terjaga dari tidur ayamnya, pengajian sudah hampir selesai, dan ia juga masih sempat mendengarkan keterangan pengajian dari Mbah Wahab, “bahwa segala sesuatu yang terjadi dan kita lakukan adalah tidak lepas dari takdir Allah.”

Seusai pengajian para santri langsung kembali ke kamar masing-masing. Ada yang juga yang menruskan tiduran di serambi masjid. Salah satunya adalah Kaslan itu.

“Hmmm… “ Kaslan membatin dalam hatinya dengan keadaan matanya yang masih riyip-riyip. “benar sekali, segala yang kita lakukan dan terjadi adalah merupakan takdir Allah, entah itu baik atau buruk, orang kere atau orang kaya adalah merupakan takdirnya Allah, begitu juga dengan orang jadi maling atau jadi kiai.”

Seakan begitu terkesan dengan keseimpulan pemahaman yang didengarnya sesaat ketika ia melek saat pengajian berlangsung, membuatnya seperti begitu tenggelam dalam tafakkur, hingga tanpa terasa waktu sudah memasuki tengah malam. Dan tanpa disadari pula perutnya tiba-tiba protes dan berkeruyuk.

“hmm… iki weteng kok gak kompromi blas yo….. bengi ngene golek mangan nang endi…., liwetan sore yo wis ludes.”

Tiba-tiba saja melintas di benaknya, “mangga, ya.. mangga” pikirnya melayang pada sebuah pohon mangga dihalaman ndalem Mbah Wahab yang kebetulan saat itu sedang musim buah.

“jegekal” Segera aja Kaslan terbangun dan mengendap menuju pekarangan Mbah Wahab, toleh kanan toleh kiri, amaan…..

Sambil tak lupa membawa “gembolan” sarung ia segera beraksi memanjat pohon mangga itu. dilanjutkan tangan dan penciumannya yang beraksi dengan cekatan menyortir buah-buah yang sudah masak.

Ketika sedang asyik-asyiknya Kaslan bergerilya, tiba-tiba ia mendengar suara yang sangat dikenalnya dari arah bawah, “hoi… sopo iku yo, bengi-bengi ngene penekan..? ayo ndang mudun..!”

Deg…..!! degg…….!! Serrr…….!!

Apa dikata, tanpa menunggu lebih lama lagi, Kaslan segera melorot turun kebawah, sambil tetap membawa gembolan sarungnya yang kini sudah berisi beberapa buah mangga.

Sesampai di bawah sudah menunggu Mbah Wahab yang berdiri dengan keren. dengan menenang-nenangkan hatinya yang “kemerungsung” Kaslan menghampiri beliau.
Dan setelah ia mendekat, Mbah Wahab langsung menginterogasi, “sopo sampean? Lapo bengi-bengi kok penekan?”
“kulo santri, Yai. Niki wau ngunduh pencite panjenengan” , Jawab Kaslan
“lho….., kok ora omong aku, berarti sampean lak nyolong..!?” lanjut Mbah Wahab.
“ngapunten Yai… kulo nyolong niki wau lak nggee sebab takdire Gusti Allah, sami ugi Gusti Allah maringi lesu dateng kulo.” Jawab Kaslan.

Mbah Wahab manggut-manggut mendengar argumen dan pembelaan santri itu. “ooo ngunu to kang, yo wis nak ngunu tak ikhlasno”.

‘Plong…..’ batin Kaslan.

Tapi kemudian di luar dugaan Kaslan, tiba-tiba Mbah Wahab melepas sandalnya dan dengan sandal itu di”sambok”inya santri itu sampai kaing-kaing bukan karena sakit, tapi lebih karena kaget dan tidak mengerti.

Lho.…!!! Yai…..!!! kok…….?????

Sambil mesem Mbah Wahab menjawab, “ihlashno yo Kang, aku nyamboki sampean iki yo takdire Gusti Allah….!”

……….???

0 komentar:

Posting Komentar